Bersilaturahmi dengan Eyang Harini Bambang ..:'D

Bertempat di kediaman Eyang Harini Bambang di daerah kampung Banjarsari Cilandak Barat, kami berkunjung untuk membicarakan dan sharing untuk realisasi salah satu program kerja KKN kami seputar pengolahan sampah yang masih terus dilakukan dan dikembangkan oleh beliau sejak tahun 80-an. Nenek yang berusia 79 tahun ini begitu ramah menyambut kedatangan kami. Maksud kedatangan kami langsung disambut baik oleh beliau karena menyangkut pemberdayaan keterampilan masyarakat dalam pengolahan sampah lebih lanjut untuk menjadi barang yang lebih bermanfaat.

Kesan pertama saat memasuki ruang kelas beliau yang terletak persis di dekat rumahnya, kami langsung terperangah dan kagum,,hmm.....Subhanallah...deh..
Apalagii,,saat lebih lama kami berada dan mengobrol lebih jauh soal perjuangan dan pengalaman beliau sebagai praktisi dan aktivis lingkungan semakin membuat kami kagum akan sosok yang low profile ini...;')






Seberat apapun pekerjaan yang kita lakukan, jika kita mengerjakannya dengan hati dan penuh cinta, maka pekerjaan itu akan terasa mudah" ujar Eyang.

Kecintaannya pada bidang lingkungan memang sudah ada semenjak beliau masih muda. Kebiasaan yang selalu diajarkan pada kedua orang tuanya terutama ayahnya membuat beliau sangat mencintai tanaman hingga sekarang. Pelajaran motivasi terutama kami dapatkan dari seorang praktisi lingkungan seperti Eyang Harini Bambang ini. Dedikasinya yang tinggi pada lingkungan sekitar terutama masalah pengelolahan sampah menjadi sesuatu yang lebih berharga menjadikan beliau mendapatkan berbagai macam penghargaan seputar lingkungan. Kerap diundang sebagai pembicara di berbagai seminar lingkungan baik nasional dan internasional masih dilakukan walau di usia beliau yang sudah memasuki kepala 7. Namun, semangat dan mobilitas yang tinggi sebagai seorang praktisi lingkungan tetap dikerjakan Eyang Harini dengan penuh semangat.

Pada tanggal 23 September 2004, di bawah judul The Green Experience of Banjarsari, UNESCO pernah menulis sebuah feature tentangnya sebagai berikut:

Over the last 8 years UNESCO has been supporting local communities in the vicinity of Jakarta in their efforts to develop and implement simple environmental principles in the context of sustainable village development. Among others, the small kampung (village) of Banjarsari— located only few metres away from the usually traffic-congested Fatmawati Road in South Jakarta— became an inspiring role model in community-based waste management. According to Banjarsari`s inhabitants the 4R-philosophy "reducing, reusing, recycling and replanting" did not only increase their income and quality of life, in addition the community developed an intense sense of pride over their joint achievements.

Over the last years the steeply increasing number of visits by women groups, school classes, journalists, university students, religious leaders, province representatives from all over Indonesia, private company managers, government officials and even Cabinet Ministers indicate the strong interest of the public in the simple lessons of success, which are willingly and enthusiastically shared by the Banjarsari community and its inspiring coordinator, Ibu Harini Bambang Wahono. Her long experience shows, that most of the visitors— despite their wide range in age and educational background— know very little about waste management on the grass roots level. This is not surprising, since even basic principles of environmental education have not been adopted so far in most public schools and on the community level.

On the other hand many visitors are aware that their household waste has become a critical political issue in Jakarta: The lack of appropriate waste dump capacity in the vicinity of Jakarta for its daily 6000 tons of solid waste led to heated political debate and a three months stand off between municipal and provincial governments in the beginning of 2003. Jakarta’s inhabitants were assuming the worst for the case that waste collection and transport were going to collapse, when a final compromise was reached on extended use of the Bantar Gebang waste dump in Bekasi. The positive Banjarsari experience suggests, that it is high time to include the practices of decentralized integrated waste management both in school activities and in neighbourhood association programmes. Such ‘small steps’ may turn out to play a crucial role in addressing Jakarta’s waste problem constructively over the coming years.



GO GREEN,,


I Love My Earth,

Jika Bukan Kita,,siapa lagi??