Luruskan niatmu


Masih dengan perjuangan menyelesaikan Tugas Akhir saya bidang Kimia Lingkungan demi meraih gelar S.Si. Hal lain yang juga membuat saya 'sangat' berpikir saat ini adalah tentang pelurusan niat untuk mengolah dan menetralisir urusan hati. 

Allah menggerakan hati dan semua kejadian dengan sangat indah. Bagaimana Allah menghadirkan kemudahan ditengah kesulitan. Bagaimana Allah menghadirkan senyuman ditengah kegundahan.

Ide tulisan ini muncul saat membaca tulisan di blog seseorang yang sedang melakukan proses syar'i ta'aruf dengan calon pasangannya, based on her story. Mereka mendatangi seorang ustadz untuk meminta nasehat dan arahan seputar pernikahan. Namun, jleb dan pelajaran yang sangat berharga bagi saya juga disini adalah tentang pertanyaan awalan yang dilontarkan Ustadz untuk mereka.

“Nak, jika telah melalui proses yang panjang dan syar’i ini kalian ternyata tidak berjodoh, bagaimana perasaan kalian?”

Saya yang membacanya tidak bisa membayangkan bagaimana proses yang indah yang dijalani dengan syar’i dan Insya Allah mendapat ridho Allah jika harus berujung dengan kenyataan bahwa dia bukan jodoh kita. Bagaimana dengan hati yang ‘mungkin’ sudah membayangkan indahnya pernikahan, indahnya beribadah dengan ‘dia’ sebagai imam yang dapat membimbing kita menuju surga-Nya.  

Eits, nah tuh.! Perlu ditekankan dan digarisbawahi disini. Uraian kekecewaan tadi membuktikan bahwa niat kita sebenarnya menikah belum murni karena Allah Ta’alla, Dear. Jika murni karena Allah ta’alla, perkara siapapun jodoh kita tentu akan timbul ikhlas dan tenteram di hati. Tak perlu takut akan kehilangan orang yang kita sudah ‘beri hati’ (tentunya dengan proses yang syar’i) karena Allah pasti menyiapkan yang paling baik sesuai dengan kapasitas dan kualitas diri kita, di waktu dan tempat yang baik. Maka, kalau sudah begitu kenapa kita harus gundah gulana, galau tak berujung?

Uraian tadi dapat membuka hati lebar-lebar. Open your mind, Dear. Bahwa semua urusan harus didasarkan pada Allah ta’alla. Jika selama ini kita menyukai seseorang, cepat-cepat lihat keatas (berdoa) agar apa-apa yang menelusup ke hati tidak sampai menggeser niatan awal kita hanya untuk Allah ta’alla. 
Kembali mengingat dan memahami kembali untuk apa kita diciptakan di dunia. Iya, untuk beribadah kepada-Nya. Jika sudah seperti itu, tak ada alasan apapun untuk menggantungkan semua perkara kepada selain-Nya. Perkara apapun itu. Jodoh, pekerjaan, dan semuanya. Inilah yang menjadi pondasi kokoh dalam menentukan pilihan. Saya benar-benar belajar dari cerita ini. Saat berada dalam situasi apapun, ingat (lihat keatas), apakah ini murni karena Allah ta’alla? 

Saat orang-orang mengenal kita karena kebaikan yang kita lakukan. Karena pencitraan diri kita yang muncul dari segala perbuatan kita. Cepat-cepat lihat hati, jangan sampai ada sedikit saja riya dan sombong di hati. Bismillah, niat untuk Allah ta’alla. Niat membantu sesama karena Allah ta’alla. Karena didalamnya kita menjadi beribadah untuk-Nya. Perkara apapun. Semuanya demi mengharap ridha-Nya. Aamiin ya Rabb.

Mulai mengecek lagi apa sebenarnya yang menelusup dihati. Mulailah hati dipenuhi rasa untuk selalu mengingat-Nya. Apapun, rasa ini fitrah, namun kita juga (harus) bisa mengendalikannya. Kita kembalikan kepada Allah ta’alla. Semoga Allah senantiasa menjaga hati kita dan mempertemukan kita dengan seseorang yang juga senantiasa menjaga hatinya. Aamiin ya Rabb. :)

Hit me on:
@citraptiwi