Dear my lovely readers, Yup, kali ini sedikit cerita
tentang betapa mungkin saya malu jika tidak segera konsisten setiap hari bahkan
setiap waktu dalam satu hari untuk bersedekah setelah mendengar cerita ini.
Cerita yang saya dengar dari salah seorang sahabat saya,
David. Cerita tentang seorang tukang bakso yang cukup membuat saya kagum. Kagum
karena kedermawanan dan kekayaan hatinya dibalik kesederhanaan hidupnya sebagai
seorang tukang bakso. Awalnya saya kira cerita tukang bakso ini mungkin sekedar
cerita seorang dermawan lainnya seperti yang kerap saya dengar. Dan menjadi
spesial hikmah yang didapat saat saya terus melanjutkan untuk mengamati cerita
tukang bakso ini.
Emang, begitu biasa beliau dipanggil oleh para pelanggannya.
Berangkat pagi pulang senja bahkan kerap melewati malam untuk menjajakan jualan
baksonya. Pulang dengan disambut istri dan anak-anaknya yang selalu
memperlihatkan senyum dan kebahagiaan. Menunggu sang kepala keluarga pulang
kerumah dan melihat hasil dagangannya habis terjual cukup membuat keluarga
kecil tersebut tak henti-hentinya bersyukur kepada Sang Maha Pemberi.
Sepulang beraktivitas, sahabat saya yang memang sudah
menjadi langganan Emang tukang bakso ini memanggilnya untuk memesan bakso.
David memesan beberapa bakso juga untuk adik-adik asuhnya yang sedang bermain
dirumahnya. Usai membayar, David melihat Emang memasukan semua uangnya ke dalam
tiga tempat yang berbeda. Uang hasil jualannya tersebut Ia masukan ke dalam laci,
dompet, dan terakhir Ia masukan ke dalam kaleng bekas biskuit yang telah
kosong.
Pertanyaan kemudian terus berputar di kepala David. Rasa
penasaran hinggap dipikirannya. Uang kembalian diterima David sambil
mengucapkan terima kasih, Emang kembali merapikan uang di dalam laci, dompet
dan kaleng biskuitnya.
“Oh ia, Mang, maaf nih, kalau boleh tahu kenapa
uang-uang itu Emang pisahkan ya? Ada tujuannya kah Mang?”
“Oh, Ia mas, uang-uang ini memang sudah saya pisahkan selama
saya menjadi tukang bakso, Mas”
“Oh, barangkali ada maksud dan tujuannya Mang kenapa
dipisahkan sampai tiga begitu” tanya David makin penasaran.
“Wah, tujuannya sederhana saja Mas, Emang cuma ingin
memisahkan mana yang memang menjadi hak Emang, hak orang lain dan mana yang
menjadi hak cita-cita penyempurna iman” Jawab Emang dengan lancar.
“Oh, maksudnya gimana tuh Mang?”
“Ia Mas, kan agama dan Tuhan menganjurkan kita agar bisa
berbagi dengan sesama. Maka Emang membaginya menjadi tiga. Petama, uang yang
masuk ke dompet artinya untuk memenuhi keperluan hidup sehari – hari Emang dan
keluarga. Uang yang masuk ke laci untuk infaq/sedekah dan ibadah Qurban. Uang
yg masuk ke kaleng itu Emang sisihkan karena ingin mnyempurnakan agama yang
Emang pegang yaitu Islam”
“Subhanallah, sudah berapa lama Emang rutin memisahkan
uang-uang penghasilan Emang ini?
“Sudah hampir 17 tahun Mas, dan Alhamdulillah selama 17
tahun menjadi tukang bakso, Emang selalu ikut Qurban seekor kambing meskipun
kambingnya hanya ukuran sedang”
David dan saya yang menjadi pengamat ceritanya pagi itu semakin
kagum dengan sosok lelaki yang berprofesi sebagai tukang bakso ini. David
semakin penasaran dan melanjutkan ceritanya. Ia ingin menggali pelajaran
berharga dari tukang bakso langganannya tersebut.
“Subhanallah, Mang
saya salut sama Emang, tapi untuk uang yang dimasukkan dalam kaleng untuk biaya
haji tersebut, bukankah ibadah haji hanya diwajibkan bagi yang mampu, termasuk
memiliki kemampuan dalam biaya?”
“Itulah sebabnya Mas. Emang justru malu kalau bicara soal
mampu atau tidak mampu ini karena definisi mampu bukan hak pak RT/RW, bukan hak
pak camat ataupun MUI. Definisi “mampu” adalah sebuah definisi dimana kita
diberi kebebasan untuk mendefinisikannya sendiri. Kalau kita mendefinisikan
diri sendiri sebagai orang tidak mampu maka mungkin slamanya kita akan menjadi
manusia tidak mampu” Jelas Emang.
Kekaguman David pada sosok lelaki didepannya ini semakin
bertambah, Ia benar-benar mendapat pelajaran berharga tentang keikhlasan, perjuangan
dan keyakinan.
“Emang tahu melaksanakan Ibadah haji ini tentu membutuhkan
biaya yang besar. Maka Emang berdiskusi dengan istri untuk menyisihkan sebagian
penghasilan ini untuk tabungan haji, Istri menyutujui niat baik ini, dan
Alhamdulillah setelah 17 tahun Emang menabung dan menyisihkan tabungan haji
ini, sekitar 2 tahun lagi Emang dan istri akan melaksanakan ibadah haji, Insya
Allah atas ijin Allah”
Subhanallah, jawaban yang sangat membuat saya dan sahabat
saya David benar-benar tersentuh hatinya. Jawaban yang sarat akan keyakinan,
perjuangan dan keikhlasan dari seorang tukang bakso sederhana.
Kalau seorang tukang bakso saja bisa sebegitu dermawannya,
bisa sebegitu patuhnya akan perintah Allah swt untuk bersedekah dan berjuang
melaksanakan rukun iman yang hanya diwajibkan oleh kaum mampu saja, kenapa
kadang kita masih enggan berbagi dan meyisihkan sebagian penghasilan kita?
Saya pun harus banyak belajar dari orang-orang seperti
beliau, semua profesi yang hinggap di depan saya, siapapun dia, apa profesinya,
jika kehalalan yang menjadi tujuan utama pekerjaannya, Insya Allah Ridho Allah
akan selalu menyertai setiap peluh tetes mereka.
Jadi, sudahkah Anda (saya) sedekah hari ini?