Kalahkah Peng-Kurbanan Kita dengan Pemulung?

Dear Readers..

Tulisan ini tidak tahan untuk saya buat karena kekaguman pada pasangan pemulung yang luar biasa. Pemulung? Saya kagum, terharu dan tertampar karena ibadah yang berhasil mereka tunaikan.

Iya, pemulung. Memangnya kenapa dengan pemulung? Apa istimewanya mereka?

Masih dalam suasana Idul Adha yang jatuh pada 10 Dzulhijjah, seluruh umat muslim di dunia menikmati indahnya bertemu dengan Hari Raya ini. Kemudian, kabar datang dari pasangan pemulung Yati (55) dan Maman (35) yang memberikan kurban berupa dua ekor kambing yang diberikan ke panitia kurban di Masjid Al-Ittihad, Tebet, Jakarta Selatan.

                    sumber: http://www.merdeka.com/peristiwa/pemulung-di-tebet-nabung-tiga-tahun-untuk-kurban.html

Seperti dilansir berbagai media yang memberitakan kabar ini, salah satunya dari Merdeka.com menyebutkan bahwa mereka mengaku menabung tiga tahun untuk membeli dua ekor kambing kurban. Walau susah payah, mereka ingin memberikan kurban, bukan terus mengantre diberi daging kurban. Mereka memberikan dua ekor kambing, yang besar dengan harga Rp 2 juta, yang kecil Rp 1 juta, ujar Yati seperti dilansir di Merdeka.com.

Ucapan yang membuat saya terharu adalah kutipan Yati dalam media fimadani.com.
“Saya ingin sekali saja, seumur hidup memberikan daging kurban. Ada kepuasaan, rasanya tebal sekali di dada. Harapan saya semoga ini bukan yang terakhir".

Seperti informasi di berbagai media, Yati bersama suaminya Maman sehari-hari tinggal di gubuk triplek kecil di tempat sampah Tebet. Tak ada barang berharga di pondok 3x4 meter itu.

Menerima dua ekor kambing dari pasangan pemulung ini, para jemaah dan panitia Masjid Al-Ittihad, Tebet, Jakarta Selatan terharu dan meneteskan air mata seperti dikutip di berbagai media. Tak heran, saya pun yang membacanya sangat terharu. Bagaimana seorang seperti pasangan Yati dan Maman ini benar-benar memiliki hati tulus untuk berbagi dengan melaksanakan perintah-Nya yang hanya diwajibkan bagi kaum berada. Bagi mereka tentu miskin dan kemelaratan yang selama ini mereka derita tidak menghalangi sedikitpun keinginan mereka untuk berkurban.

Saya merasa tertampar membaca berbagai media yang memberitakan mereka. Sudah sangat dapat dilihat, bahwa tidak ada alasan untuk berbagi. Tidak ada kata mustahil untuk mencapai pahala mengharap Ridho-Nya.

Lalu, pantaskah kita mengeluh dengan terus menggunakan otak kiri saya untuk menalar dan perhitungan lagi tentang konsep berbagi dan memberi? Sudah saatnya memang kita sadar. Semua yang kita miliki adalah milik-Nya. Sejatinya kita tidak memiliki apa-apa. Sudah cukup rasanya kita memperhitung-hitungkan berapa yang harus kita keluarkan seminimal mungkin untuk berbagi.

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS.Al-Baqarah: 261)

Tidak ada kata mustahil rasanya bagi saya, kita dan semua orang yang lebih beruntung dari pasangan Ibu Yati dan suami yang sehari-hari bekerja sebagai pemulung namun bisa memberikan dua ekor kambing kualitas super. Semua tidak akan terjadi tanpa kehendak Allah. Dan tidak akan muncul karena adanya niat. Iya, niat. Maka, saya pun berniat. Untuk sebuah komitmen dalam diri. Untuk sebuah konsistensi dalam mengarungi kehidupan. Berbagi menjadi garis mati.




Hit me on:
@citraptiwi


0 comments:

Post a Comment